Wednesday, April 14, 2010

Anyway . . . By The Way . . . Busway . . .

Sudah minggu keempatku dsini, mulai pelan2 menghayati pengalaman tinggal di jakarte (kaya P4 jaman dlu aja :P). Dan sebagai awal tk mengenal kota yang dahulu pernah cukup lama kutinggali, harus dimulai dengan mengenal lebih dekat jalur2 transportasi. As u know . . .transportasi merupakan life line bagi kota sebesar Jakarta, so selagi belum punya kendaraan pribadi, it is worth knowing the various routes and transport methods inside this mega city.

Dibandingkan 10 tahun lalu aja, Jakarta alhamdulillah telah tambah macet (lho kok malah disukurin sih >.<). Oleh karena itu, pemda DKI telah timbul suatu ide bagus beberapa tahun terakhir yakni dengan membangun suatu jaringan transportasi yang dinamakan dengan busway. Ide ini diambil dari cara serupa di Negara Bolivia nun jauh di sebarang samudera. Konon katanya disana dengan adanya hal ini, jalan2 kagak macet. Dan diharapkan….mantera penerapan metode ini akan bisa membuat Jakarta bebas macet :P.

Well . . . pertama2 emang sih busway ini keliatan mantap. But as things go on at the first place in this country, things get worst as time passes by. Walo dalam tahun2 berikutnya jalur busway telah ditambah berikut dengan armadanya, sepertinya kemacetan tetap menghantui ibukota negeri tercinta ini. Dengan pengamatan sekilas, selain masalah tidak berkurangnya kemacetan, sepertinya ada beberapa aspek lain yang bisa ditelaah dibalik kegagalan yang ada.

Dari yang bisa kulihat, ide melepas harga tiket dengan nilai awal Rp 3.500 terkesan . . . wow…murang banget ciiiinnggggg xD, dan itu tetap berlaku sekalipun pindah koridor2 lain di Jakarta. In other words, hanya berbekal 3500 kita bisa bebas keliling Jakarta hanya dengan busway sodara2. Dan Pemda DKI akan memberikan diskon sehingga harga jadi Rp2000 apabila kita mau berangkata antara jam 5 sampe 7 pagi x).

Namun demikian, disinilah juga mulai salah satu masalahnya. Dengan harga flat segitu, bisa dikatakan pemda DKI nombok membiayai tiket2 itu. Apalagi banyak penumpang yang ternyata suka pindah2 koridor. So . . . jadilah mereka berpikir tuk menaikkan harga ato mengubah skema harganya (demikianlah rumor2 terbaru yang didengar) untuk menaikkan pendapatan mereka yang tergerus oleh semakin banyaknya free rider yang suka pindah koridor.

Next, ternyata emang seiring waktu, mutu layanan dari busway ini sendiri mengalami degradasi yang cukup mengganggu. Sekalipun seiring bergantinya tahun, koridor2 baru dibuka, sayangnya hal ini tidak diimbangi pula dengan peningkatan layanan bus itu sendiri dengan segala tetek bengeknya. Contoh yang bisa kita ambil adalah bahwa jalur2 busway masih sering diserobot oleh kendaraan2 yang tidak semestinya. Hal ini membuat lama tempuh busway menjadi semakin lama dan tidak nyaman karena tetap terjebak kemacetan kota ini.

Berikutnya, fasilitas dari busway itu sendiri seperti bus dan haltenya, bisa dikatakan jauh dari rasa nyaman yang membuat segenap penduduk kota ini mau berpindah ke fasilitas busway. Hawa panas dan masih seringnya fasilitas busway diserobot para PKL, pengemis, pengamen menjadi salah satu dari sekian banyak ketidaknyamanan yang kerap kita rasakan dalam penggunaan busway.

On an other perspective outside of what the busway’s have to offer, the lack of private transportation limitation is also a crucial cause of why people still can use their own cars freely. IMO, there should be some sort of levy or tax for any car ownage. The money earned can be put to develop better and comfortable public transportation. This would also discourage people on wanting to have more and more private cars. If the numbers of private cars ownings are not limited, any sort of new ideas regarding public transportation would be doomed as a failure because people still have the option to own their own cars at an affordable price.

So, it all goes back in the end to the political will from the government to take a holistic approach in tackling traffic congestion. Not only providing new methods, but also taking another step to limit private transport ownings. With this only can Jakarta be freed from their never ending curse of traffic congestion and heavy pollution.

No comments:

Post a Comment