Sunday, September 05, 2010

Macet sampe mencreeeettttttttt . . . . .

G tau apa yang bikin aq ngebet banget pengen nulis ini . . . rasanya emang kejengkelanku akan macetnya Jakarta dah sampe ubun. I know bukan aku saja yang ngerasa demikian, I bet there’s millions. But the thing is, does anyone know how to settle such things that even the so called people who think and have the required capability and knowledge do so? Well . . . in this short writing, I’ld like to share a bit of my mind on how to settle the problems of traffic congestions in Jakarta. I know it might not please some people . . . but then . . . it’s worth a try ;)

1. Pemutihan SIM

Kenapa aku berpikir ini adalah hal yang bisa dilakukan adalah karena berangkat dari beberapa fakta bahwa jumlah pengendara bermotor baik roda 2 ataupun 4 sudah sungguh banyak. Dan bagi yang tiap harinya bergelut di jalan raya mengemudikan kendaraannya pasti akan sedikit banyak terheran-heran dan kegeregetan dan tingkah laku dan sikap berkendara dari beberapa jika tidak sebagian besar pengendara yang tidak kenal sopan santun dan etika.

Hal ini aku pikir berangkat dari kesalahan di awal pengurusan SIM yang kalau kita mau jujur mengakui . . . amat sangat mudah untuk didapat. Ayolah . . . mari kita sama2 tidak munafik. Jika kita inget ketika kita mengurus SIM, akan kita dapati betapa mudahnya dan simple syarat yang harus dipenuhi (padahal ini saja masih ngurus sendiri dan engga’ pake calo). Cukup memenuhi syarat administrative dan ujian tertulis . . . nunggu . . . dan voila !! You’ve just got a driving license and ready to roll the streets of Indonesia >:).

But wait . . . masa engga’ ada tes praktek :-/ ??? Theoretically there should be one, namun fakta di lapangan berbicara bahwa hal ini tidak pernah dilakukan oleh polisi yang menguji kita. Bagi mereka, cukuplah mereka tahu bahwa kita bisa dan tahu cara membawa kendaraan secara mendasar. Apakah hal ini cukup? I don’t think so . . . coz it’s not just a matter of able to drive, but also a matter of how to act and behave on the street when driving. And to be honest, i really think most drivers in Indonesia do lack this basic knowledge and ability to behave appropriately and courteously. They might be good drivers in terms of skill but speaking of acting politely? We’re just mere noobs T.T

Karena inilah, saya fikir bahwa perlu diadakan pemutihan SIM untuk menyaring kembali siapa2 saja yang bener2 layak tuk mengemudikan kendaraan dengan kemampuan mendasar mengemudi yang mumpuni sekaligus sopan dan bertata krama. Jika dilakukan, perkiraan pribadiku sih mengatakan g bakal ada 20% dari total pemilik SIM (semua jenis) yang bener2 layak memiliki SIM. Lumayanlah kalo begini, tentu jalanan2 di Indo akan sedikit lebih sepi dan para pengendara lebih sopan di jalan :D.

2. Pembenahan dan penambahan transportasi massal

As for this part, it’s not just about repairing and adding, it’s also about providing mass transportation that suits all kind of people regardless of their class. Jika kita liat fakta yang ada tentang transportasi massal di Indonesia, sebenarnya sudah ada langkah2 perbaikan dan pembenahan (walo mungkin masih bisa dikatakan tambah sulam solusinya >_>). Hanya saja, sepertinya kok yang naik transportasi massal g pernah yang dari golongan “the have” ato para pemakai dasi nan berjas? Padahal golongan2 ini saja di luar negeri sangat mau dan lebih prefer menggunakan transportasi umum daripada menaiki kendaraan pribadi mereka yang cozy.

Ada gerangan apakah . . . hmmmm . . . Well, i think it all has to do with another fact that the public transportation in Indonesia are pretty much lousy and has a low class look to it. Add them up with the condition that they are frequently late and overcrowded; no wonder high class people get an ill feeling to ride them.
That’s one thing, but there are also many subsets of public transportation that needs to be mended. Aspects such as integration of every transportation mode, punctuality, infrastructure building and funding (and all other factors that I might have forgot or mentioned) all play a vital role in enabling a good and suitable public transportation mode to go on track.

3. Law Enforcement

Huehehehe . . . ok . . sapa yang pernah ditawari damai ma polisi ketika kita melakukan pelanggaran? Atau jangan2 kita malah yang ngajak polisi damai :P ? Terlepas siapa mengajak siapa, yang jelas sudah jadi rahasia umum bahwa penegakan hukum untuk pelanggaran lalu lintas di jalan bisa dikatakan masih belum bisa membuat pelanggar2 jera. Seringkali banyak pelanggaran (ok . . . try to list some of them, I’m just tired to do so xP) terjadi di jalanan tapi polisi malah membiarkannya.

Entah karena kurang berani, kurang personel, kurang alat pendukung, atau kurang . . . . yang jelas hal ini masih menjadi salah satu hal pendukung tertibnya lalu lintas yang dirasa masih kurang. Yang ada juga adalah kenyataan bahwa polisi (bersama pemerintah) baru melakukan tindakan nyata setelah terjadi suatu peristiwa yang memakan korban jiwa atau menimbulkan kerusakan umum yang sangat parah. Jika demikian, tampak nyatalah bagaimana reaktifnya aparat polisi kita >.<

Sekedar saran sih . . . alangkah baiknya jika polisi juga terus dan terus mengampanyekan langkah2 preventif meminimalisir pelanggaran sehingga kemacetan dapat dicegah. Unless Indonesian people are already out of their minds, I’m sure the police can play their role in helping threading out traffic congestions ;)

4. Perangkat hukum

Terkait dengan poin sebelumnya diatas . . . perangkat hukum kita juga sepertinya juga masih keteteran tuk memberikan efek jera sekaligus tidak bisa mendukung terciptanya terobosan2 baru dalam terciptanya kelancaran lalu lintas. Entah karena apa ya . . . pemerintah kita kok kesannya lambat nan lelet tuk memberikan paying hukum yang memadai hiks...hiks...hiks... T_T

5. Political goodwill

Menjawab permasalahan poin diatas, nampaklah nyata kenapa pemerintah lelet. G lebih karena kurangnya niat dan keberanian mereka tuk menerapkan hukum yang jelas dan tegas demi terciptanya kondisi lalu lintas yang lancar dan kondusif. Kalopun ada niat baik dari pemerintah . . . lagi2 niat yang ada hanyalah bersifat tambal sulam dan tidak komprehensif menyangkut berbagai aspek yang terkait. Jadinya . . . seringkali beberapa pihak merasa diuntungkan, beberapa yang lain menolak dengan keras . . . beberapa saat kemacetan reda . . . namun beberapa saat kemudian menjadi macet dan tambah paraaaahhh . . . :(

6. Car producers

On this part . . . I’m quite ambivalent to say whether car producers have a role or not in making ou traffic congestion problems worst or not :-?. But, we just cannot deny the fact that Indonesia as one of the largest market for car producers, also contribute to the rising increase in car usage, especially on an individual level. Ditambah lagi dengan semakin dimudahkannya kepemilikan mobil beserta cara pembayarannya, rasanya membeli mobil sekarang dah seperti beli kacang goreng.

Rasanya ini dululah tuk sementara. Aku tahu bahwa isi tulisanku ini masihlah dangkal tuk bener2 menyatakan satu per satu sebab kemacetan. Tapi ya namanya juga isi hati yang jengkel atas kemacetan (terutama di Jakarta) jadinya ya terciptalah notes/blog ini. I bet there are other ingineous minds out there that can help and try to solve one of Indonesia’s worst problems. Feel free to comment ya ;)

No comments:

Post a Comment